Akhir
tahun 2011 dihiasi dengan mencuatnya konflik dan kekerasan yang terjadi
di Mesuji dan di Bima, Nusa Tenggara Babat. Fenomena konflik sosial
politik di Indonesia sejak masa reformasi menunjukkan intensitas yang
semakin tinggi. Dany Yuda Saputra, Dian Yanuardi, dan Muntaza dari
Institut Titian Perdamaian (2010) menginventarisasi total insiden pada
2009 sebanyak 600 insiden, sedangkan sampai pertengahan 2010 telah
terjadi 752 insiden.
Di
samping dua jenis insiden terbesar, yakni tawuran dan penghakiman massa,
konflik dan kekerasan terbanyak berikutnya berupa konflik politik,
terutama konflik pemilu kepada daerah (74 kasus tahun 2009 dan 117 kasus
sampai pertengahan 2010), konflik sumber daya alam (54 kasus tahun 2009
dan 74 kasus tahun 2010), dan konflik sumber daya ekonomi (30 kasus
tahun 2009 dan 59 kasus tahun 2010).
Di
antara konflik terbanyak dan bersifat akut adalah konflik agraria. Sejak
2006 hingga 2009, sejumlah kasus menumpuk dan tak pernah terselesaikan.
Bahkan selalu berakhir konflik dan kekerasan. Sepanjang 2011,
Konsorsium Pembaharuan Agararia (KPA) mencatat terdapat 163 konflik
agraria di seluruh Indonesia. Jumlah itu meningkat 35% dari tahun 2010
sebanyak 106 konflik. Dari sisi korban, terdapat 22 petani/warga yang
tewas di wilayah-wilayah sengketa dan konflik agraria.
Berkaitan
dengan konflik agraria itu, menurut berbagai pihak, ada dua faktor
utama penyebab tingginya konflik lahan. Pertama, orientasi agraria
nasional yang mengusung spirit neoliberal. Kedua, dikedepankannya
penyelesaian konflik secara represif (kekerasan) daripada persuasif.
Selain itu, konflik sengketa lahan juga makin rumit dengan melibatkan
spekulan, mafia tanah, dan makelar.
Namun
jika ditelusuri, sumber masalah munculnya berbagai konflik dan kekerasan
adalah adanya berbagai UU dan peraturan yang bernuansa neoliberal,
seperti UU Perkebunan, UU Minerba, UU Penanaman Modal, yang diterapkan.
UU liberal itu membenarkan penguasaan sumber daya alam kepada swasta
bahkan asing. Begitu pula UU Liberal itu juga membenarkan pemberian hak
pengusahaan hutan dan perkebunan dalam skala yang sangat luas.
Selanjutnya melalui berbagai peraturan di bawahnya, hak konsesi
pertambangan, pengusahaan hutan atau pengusahaan lahan perkebunan
diberikan untuk area yang sangat luas mencapai puluhan bahkan ratusan
ribu hektar. Misalnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/
Permentan/OT.140/2/2007 yang mengubah batasan luas kebun sawit tiap
perusahaan di satu provinsi dari 20 ribu ha menjadi 100 ribu ha. Luas
wilayah konsesi tambang dan pengusahaan hutan yang diberikan kepada
suatu perusahaan juga mencapai puluhan ribu ha. Izin dan hak pengusahaan
dengan mudah diperoleh melalui kongkalikong dengan pejabat dan
politisi.
Semua
konflik dan masalah yang terjadi saat ini adalah akibat diabaikan dan
ditinggalkannya sistem yang diberikan oleh Allah swt., yaitu syariah
Islam (Q.S. Thaha [20]: 124). Dalam hal ini, syariah Islam memiliki
serangkaian aturan yang akan mampu mencegah semua keburukan itu,
termasuk konflik tersebut. Syariah menetapkan sumber daya alam (SDA)
yang besar, termasuk hutan dan tambang yang depositnya besar adalah
milik rakyat (milkiyah ammah) yang haram diberikan kepada
swasta. SDA itu harus dikelola negara mewakili rakyat dan seluruh
hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat seperti pendidikan dan
kesehatan gratis untuk rakyat.
Syariah
Islam juga menetapkan tanah-tanah telantar dikuasai negara. Negara
kemudian membagikannya kepada rakyat yang mampu menggarapnya, dan bukan
menguasakannya kepada pemodal besar seperti dalam sistem kapitalisme
sekarang ini.
Tri Adhitya
Mahasiswa FKIP Universitas Lampung
===================================================
Kepentingan Rakyat Terpinggirkan
TAHUN
2012 diprediksi akan menjadi tahun yang sulit bagi jalannya pemerintahan
sehingga kinerja pemerintah akan mulai tidak efektif. Dapat kita pantau
kembali bahwa mengawali 2012 rakyat dikejutkan hasil kinerja Polri yang
menetapkan seorang remaja bernama Aal sebagai tersangka atas kasus
pencurian sandal jepit dengan ancaman pidana 5 tahun penjara. Walaupun
akhirnya tidak dipidana, hal ini jelas telah mencederai rasa keadilan
masyarakat yang akan membuat Polri makin tidak dipercaya.
Tidak
hanya itu, rakyat semakin sakit hati tatkala fasilitas pendidikan banyak
tidak memadai dan kemiskinan menghantui, justru DPR akan memperbaiki
toilet dengan biaya Rp2 miliar serta renovasi parkir anggaran Rp3
miliar. Apakah anggota Dewan terhormat benar-benar mewakili rakyat?
Dulu, belum sempat dilantik mereka telah menghabiskan uang rakyat Rp11
miliar hanya untuk biaya pelantikan. Kini pun setiap anggota DPR periode
2009-2014 juga akan mendapat anggaran perjalanan dinas pindah dengan
total Rp26 miliar. Fakta menyedihkan lainnya bahwa sebanyak 496 unit
rumah dinas anggota DPR di Kalibata, Jakarta, minta direnovasi. Menurut
data yang dimiliki Indonesian Budget Center (IBC), proyek tersebut
menghisap uang negara Rp400 miliar. Dengan perincian, renovasi untuk
tahun anggaran 2008 Rp300 miliar dan untuk tahun ini Rp100 miliar.
Anggaran tidak masuk akal lainnya sebesar Rp250 miliar untuk membuat
gedung baru di Kompleks Senayan dengan alasan bahwa gedung Nusantara I
yang megah sudah tak layak ditempati.
Fenomena
yang menyesakan dada, di mana sisi lain negeri ini tengah mengalami
peningkatan kemiskinan. Di Jawa Tengah, tercatat 5,107 juta orang miskin
pada Mei 2011 naik 148.600 orang miskin pada September 2011 dan di Aceh
pada September 2011 penduduk miskin mencapai 730.890 orang. Sungguh
kesenjangan yang nyata.
Semua
konflik dan masalah yang terjadi saat ini adalah akibat diabaikan dan
ditinggalkannya sistem yang diberikan Allah swt., yaitu syariah Islam.
Semua kerusakan, termasuk dalam bentuk konflik yang terjadi merupakan
sebagian dari akibat perbuatan manusia sendiri yang mengabaikan petunjuk
Allah dan memilih petunjuk selain Allah. Solusi untuk menyelesaikan itu
seperti yang dinyatakan di dalam Alquran, Surah Ar rum : 41 tidak lain
adalah kembali kepada petunjuk Allah swt.
Alaysa Nichmatul Alaniah
Mahasiswi IAIN Lampung
====================================
Realisasi Listrik di Bangundana
Kepada
Yth. Bupati Lampung Selatan dan Direktur PLN Lampung. Sehubungan dengan
usulan fasilitas penerangan di Dusun Bangundana, Desa Bangunrejo,
Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan, kami mewakili masyarakat Dusun
Bangundana meminta kejelasan kapan penerangan di dusun kami
direalisasikan. Kami sudah beberapa kali mengusulkan diadakan penerangan
di dusun kami, bahkan syarat-syarat sudah kami penuhi, tapi hingga saat
ini belum ada tanda-tanda listrik akan masuk. Meskipun biaya sebesar
Rp2,7 juta, kami baru membayar Rp2 juta. Menurut perjanjian setelah
tiang listrik masuk, sisanya baru kami lunasi yaitu sebesar Rp700 ribu.
Tetapi kenyataannya hingga saat ini belum ada tanggapan, dan kami mohon
kejelasannya. Kami sudah dijanjikan masuk bulan Juni sampai Agustus
2011, tetapi hingga Januari 2012 belum ada kepastian.
Demikian
dari kami kurang lebihnya kami minta maaf, atas kerja samanya kami
ucapkan terima kasih, dan mohon untuk ditindaklanjuti.
Joko Sumarno
Ketapang, Lamsel
=================================
Parlemen Rakyat, (Bukan) Parlemen Proyek
SEPANJANG
2011, masyarakat Indonesia sudah banyak melihat kegagalan DPR. Banyak
kasus menumpuk di DPR mulai rajin membolos saat rapat paripurna, calo
anggaran, sikap hidup hedonis, studi banding dan pembangunan fasilitas
DPR.
Semua
persoalan itu membelit parlemen yang sejatinya mengurus rakyat. Tidak
heran sejak 2010, DPR hanya mampu menyelesaikan 38 RUU dari 70 yang
direncanakan. Memasuki tahun 2012, DPR kembali membuat gagasan
kontroversial. Kalangan senator merencanakan renovasi 80 toilet di
gedung berkapasitas 23 lantai. Perbaikan itu menelan anggaran Rp2
miliar. Mereka berdalih perawatan toilet adalah amanah UU No. 28 Tahun
2002 tentang Bangunan dan Gedung dan PP No. 36 Tahun 2005. Di dalamnya
ada persyaratan bangunan gedung dan teknis administratif. Keandalan
bangunan disebutkan berkaitan dengan kesehatan, keselamatan saat
membangun dan sesudah dibangun, serta kenyamanan dan kemudahan.
Rencana
ini sangat kontras dengan kondisi rakyat yang masih dilanda kemiskinan.
Saat ini jumlah penduduk hampir miskin meningkat sebanyak 685,9 ribu
penduduk (data BPS per September 2011). Apalagi bangsa Indonesia
dirundung duka mendalam atas bencana letusan Gunung Gamalama dan banjir
di berbagai daerah. Tentu keputusan menghamburkan uang dari pajak rakyat
untuk merenovasi toilet sangat disayangkan.
KPK dan
masyarakat perlu mengawal proyek pembangunan toilet karena rawan
penyimpangan. Sebab, satu standar toilet bagus Rp10 juta, yang jika
ditotal seluruhnya Rp800 juta. Tentu mencurigakan dan potensi korupsi
sangat besar ketika Setjen DPR menganggarkan Rp2 miliar. BPK juga perlu
turun tangan mengaudit ada apa di balik proyek toilet. Jika perlu
menggunakan auditor independen demi mendapatkan hasil kredibel dan lepas
dari intervensi pihak tertentu.
Kita
tentu berharap DPR berpikir ulang atas rencana renovasi toilet.
Kenyamanan memang penting, tapi jangan melupakan prioritas kerja agar
kinerja DPR dapat meningkat. Apalagi citra DPR terus memburuk di mata
masyarakat karena sibuk membela kepentingan parpol dan mengabaikan
kepentingan masyarakat. Jangan sampai akibat sibuk mengurus proyek
toilet, DPR semakin dimusuhi masyarakat yang menilai mereka tidak becus
mengurus aspirasi masyarakat.
Inggar Saputra
Jalan Cipinang, Pulomaja,
RT 007/10 No 1 CBU Jakarta Timur 13410
===================================================
Arah Riset Ideal
UNIVERSITAS
merupakan garda depan pencetak generasi penerus kemajuan negara. Karena
itu, banyak universitas di Indonesia yang ingin masuk dalam universitas
berkelas dunia.
Salah
satu upaya dalam mencapai tujuan tersebut tercermin dalam Tridarma
Perguruan Tinggi, yaitu riset. Riset merupakan kegiatan akademis yang
menghasilkan pengetahuan empiris, teori, konsep, metodologi atau ilmu
baru yang akan memperkaya ilmu pengetahuan. Posisi riset sangat penting
dalam memberikan kontribusi terhadap kemajuan negara. Maka dari itu,
pengaturan serta pembentukannya harus ditangani dalam skala negara.
Indonesia
telah memiliki UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian
dan Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Namun,
pada faktanya masih banyak persoalan manejemen dan teknis yang perlu
dipecahkan. Pertama, antarpara pelaku riset tidak ada koordinasi,
sehingga terjadi tumpang tindih antara universitas dengan instansi
tertentu, sehingga hasil riset kurang mengena pada permasalahan
masyarakat. Kedua, riset yang memenuhi syarat sangat sulit untuk diakses
masyarakat sehingga banyak peneliti asing yang masuk atau penelitian
yang didanai asing. Hasilnya, banyak peneliti Indonesia yang hanya
menjadi buruh intelektual dengan bayaran murah. Ketiga, rendahnya
apresiasi terhadap penelitian di Indonesia mendukung peneliti menjual
hasil penelitiannya kepada asing. Keempat, dunia industri kurang
tertarik untuk terjun ke bidang baru yang sarat riset karena
infrastruktur industri tidak mungkin untuk mengaplikasikan riset itu.
Mengapa
hal ini bisa terjadi? Terkait dengan faktor ekonomi, sosial, bahkan
internasional dapat disimpulkan bahwa kegagalan ini terkait dengan
kepemimpinan riset. Minimnya dana dan berlomba-lombanya perguruan tinggi
untuk meningkatkan teknologi serta tidak mau berbagi dengan perguruan
tinggi lain menjadi masalah kompleks yang harus segera diatasi.
Cita-cita universitas berkelas dunia merupakan efek samping yang
bersumber dari kebijakan yang keliru yang didasarkan pada liberalisasi
pendidikan tinggi. Liberalisasi ini menjadikan pendidikan sebagai
komoditas perdagangan bebas yang digawangi WTO yang berorientasi laba.
Sehingga dunia pendidikan tinggi di Indonesia menjadi komoditas yang
sekedar melayani pasar.
Sistem
kapitalis yang menjadi sumber masalah ini meminggirkan peran negara
dalam mengelola institusi pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta
mengizinkan intervensi pasar pada ranah penelitian. Dalam Islam, negara
berkewajiban menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk membangun dan
mengembangkan riset.
Negara
harus mampu membentuk sistem pendidikan yang sesuai dengan pandangan
hidup yang benar yaitu Islam dengan pendanaan penuh oleh negara. Negara
juga harus membentuk penelitian yang mengarah kepada permasalahan
negara. Sehingga negara memiliki konsep tersendiri untuk mengatasi
masalah tersebut. Negara harus mampu membentuk sistem industri yang
mampu mengaplikasikan hasil riset, menghasilkan keuntungan ekonomi
secara wajar dan mampu mengarahkan sistem industri kepada penyelesaian
masalah yang dihadapi oleh negara. Maka sudah selayaknya umat muslim
yang menjadi mayoritas di negeri ini menguasai iptek sesuai dengan
syariat Islam sehingga kebijakan negaralah yang akan mengoordinasi
riset, dan bukan pasar. Solusi ini hanya dapat terwujud jika negara
memiliki ideologi Islam.
Tias Windi Alvita
Pelajar Hizbut Tahrir Indonesia
Mahasiswa FKIP UNILA
=================
Membangun Budaya Membaca
MEMBACA
merupakan suatu kegiatan positif dan harus dibudayakan sedini mungkin
bagi kita maupun bagi anak-anak kita. Membaca adalah jendela ilmu dimana
sumber salah satu sumber ilmu adalah buku dan buku harus kita baca dan
pahami. Bagaimapun bagusnya suatu buku bila tidak dibaca maka tidak
lebih dari tumpukan kertas belaka.
Jauh-jauh tahun sebelumnya Islam mengajarkan iqro
yang artinya bacalah (QS. al-Alaq 1). Islam mengajarkan agar membaca
dengan tekun dan peka terhadap di sekelilingmu, lakukalah risert
terhadap hal-hal yang baru supaya bertambah ilmu dan keyakinanmu.
Membaca adalah langkah awal bagi seseorang untuk memahami sesuatu
kemudian mengaplikasikannya bahkan membagikannya pada orang lain.
Membaca
merupakan suatu proses membangun pemahaman dari teks yang tertulis
(Ginting, 2005). Dijabarkan juga oleh Tarigan (1985) bahwa membaca
adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan. Suatu metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi
dengan diri sendiri maupun orang lain. Yakni, mengomunikasikan makna
yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.
Petty
dan Jenson (1980) menganggap membaca merupakan transmisi pikiran dalam
kaitannya untuk menyalurkan ide atau gagasan. Selain itu membaca juga
dapat digunakan untuk membangun konsep, dan mengembangkan pembendaharaan
kata. Juga memberi pengetahuan, manambahkan proses pengayaan abadi,
mengembangkan intelektualitas, membantu mengerti, dan memahami problem
orang lain, mengembangkan konsep diri dan sebagai suatu kenangan.
Kesimpulannya membaca adalah sebuah proses pemikiran untuk mengembangkan
intelektualitas dan pembelajaran sepanjang hayat (life long learning).
Secara
umum membaca mempunyai dua tahapan. Pertama tahap membedakan apa yang
dilihatnya. Kedua mengingat kembali, menganalisisi, memutuskan, dan
mengevaluasi hal yang dibaca. Sebagai suatu proses yang kompleks,
membaca memiliki nilai yang tinggi dalam perkembangan diri sesorang.
Secara umum orang menilai bahwa membaca itu identik dengan belajar,
dalam arti memperoleh informasi.
Ada
beberapa faktor pendukung untuk menumbuhkan minat baca. Pertama,
dorongan dari orangtua, di mana seorang anak akan giat membaca ketika
melihat orangtuanya suka membaca. Ini sesuai dengan ciri perkembangan
anak, yakni meniru apa yang dilihatnya. Kedua, peran sekolah di mana
seorang anak akan mendapatkan bimbingan dari para gurunya. Siswa
diharuskan membaca terlebih dulu sebelum menjelaskan materi yang akan
dibahas.
Hidup
dengan ilmu pengetahuan yang luas tentunya impian semua orang. Bisa
berkarya dan bermanfaat bagi manusia yang lain merupakan salahsatu
tujuan hidup. Semoga dengan tekun membaca, kita dan anak-anak kita serta
bangsa Indonesia mampu menciptakan karya baru dan bermanfaat.
Sumber : http://lampungpost.com/surat-pembaca/21246-menilik-sumber-konflik-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar